Selasa, 04 Agustus 2015

Unfriended

Hai~ Halo~
Lama tak bersua. Hehe.
Yaudah segitu aja basa basinya.

Kali ini saya akan kembali mencoba memberikan review film yang baru saja saya tonton semalam, mumpung ingatan akan film tersebut masih hangat. Maaf bila review kali ini lagi lagi datang dari genre horror. Ya abisnya gimana ya~  :'(

Film yang akan saya bahas kali ini berjudul Unfriended, sebuah film horror remaja yang cukup mendapat perhatian beberapa bulan belakangan setelah It Follows. Mengapa film ini jadi pembicaraan mungkin karena kemasannya yang begitu dekat dengan kehidupan modern, khususnya di kalangan remaja. Ya. Unfriended adalah film horror yang menggunakan internet dan sosial media sebagai semacam katalisator dalam plot.

Internet tak pelak lagi telah menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia modern. Di sisi lain, internet, seperti juga hal lain dalam kehidupan, selalu memiliki dua sisi. Saya tidak akan membahas mengenai sisi gelap internet atau bagaimana internet dapat menjadi suatu ancaman dalam kehidupan. Lupakan sejenak tentang Deep Web. Wajah mengerikan internet bisa terlihat dengan jelas di permukaan ketika semakin banyak orang yang memiliki ketergantungan untuk membagi segala hal, termasuk informasi pribadi di media sosial atau ketika pelanggaran privasi telah menjadi sesuatu hal yang kian wajar. Tak heran bila kemudian banyak orang yang memutuskan untuk menghapus akun media sosial yang mereka miliki atau lebih jauh lagi, mengalami apa yang dikenal dengan cyberphobia. Unfriended mencoba mengolah premis kehidupan online dan efeknya yang pada dasarnya memang mungkin sudah mengerikan menjadi suatu sajian yang jauh lebih mengerikan, dengan menambahkan elemen horror tentu saja.

Diceritaken~
Adalah Laura Barns, seorang remaja wanita yang melakukan bunuh diri di lingkungan sekolah. Aksi bunuh dirinya sempat direkam oleh salah satu siswa dan diunggah ke salah satu situs video streaming. Sementara itu, di Youtube ada video lain yang disebut-sebut sebagai video yang menjadi pemicu bagi Laura Barns untuk melakukan aksi bunuh diri.

Singkat kata, tepat setahun setelah aksi bunuh diri Laura, lima remaja yang kebetulan bersekolah di sekolah yang sama dengan Laura, yang juga mengenal Laura, melakukan video chat secara bersamaan melalui fasilitas Skype. Tanpa diduga, muncul seorang peserta lagi dalam kegiatan group video chat tersebut yang tidak diketahui identitasnya. Selanjutnya terjadi hal yang lebih mengejutkan. Peserta misterius tersebut mengaku bernama Laura Barns dan mulai melakukan hal-hal yang 'mengganggu' bagi peserta video chat yang lain.

Siapakah sebenarnya peserta video chat misterius itu? Apakah benar itu Laura Barns yang melakukan aksi bunuh diri setahun yang lalu? Ataukah peserta itu hanya merupakan keisengan yang dilakukan oleh salah satu peserta group video chat?

Plot Unfriended tidak benar-benar menampilkan sesuatu yang baru. Bagi penggemar horror, plot seperti ini tentu saja sudah cukup akrab. Tentang sekelompok orang (biasanya remaja) yang menyembunyikan rahasia tertentu yang kemudian rahasia itu justru digunakan untuk mencelakakan mereka. Plot yang hampir sama pernah disajikan di I Know What You Did Last Summer. Unfriended mengolah (ulang) plot seperti ini dengan sangat baik menurut saya. Ketegangan khas remaja cukup terasa intens ketika satu per satu dari mereka dikonfrontasikan dengan rahasia yang selama ini mereka simpan, termasuk rahasia tentang kematian Laura Barns sendiri. Bagi beberapa orang, mungkin reaksi para remaja ini terlalu berlebihan. Namun bila dilihat dari sisi lain, hal ini bisa jadi sangat wajar mengingat betapa (kebanyakan) remaja sangat mengutamakan image mereka. Bayangkan bila kalian punya satu rahasia memalukan dan teman kalian mengancam akan menyebarkan rahasia tersebut ke seluruh penjuru sekolah. Bisa jadi, bagi beberapa remaja, hal tersebut akan menjadi alasan yang kuat untuk melakukan sesuatu yang 'nekat'. Bunuh diri, misalnya.

Reaksi 'berlebihan' juga timbul ketika para remaja ini mengetahui identitas 'asli' dari peserta video chat misterius tersebut. Satu dari mereka menganggap bahwa peserta misterius tersebut hanyalah internet troll, atau orang yang melakukan hal-hal iseng di internet untuk menyebabkan ketidaknyamanan bagi pengguna internet yang lain. Beberapa dari mereka merasa ketakutan. Ada yang bahkan sampai menghubungi polisi. Ya. Mungkin reaksi para remaja ini berlebihan. Mungkin juga tidak. Bayangkan kalian melakukan chat dengan seseorang yang tidak kalian kenal di media sosial dan ternyata orang tersebut mengetahui segala sesuatu tentang kalian, bahkan hingga rahasia terdalam yang kalian sembunyikan.

Tapi tentu saja para remaja ini bisa mengacuhkan kehadiran peserta misterius tersebut, kan? Mereka bisa saja log out dari Skype, menganggap kejadian tersebut bukanlah sesuatu hal yang penting. Ini suatu opsi, kan? Sayangnya tidak semudah itu. Ada ancaman. Dan ancaman iitu terasa nyata. Celakanya lagi, peserta misterius ini menarik para remaja itu untuk ikut masuk ke dalam permainan yang diciptakannya. Di satu sisi, para remaja ini merasa sangat ketakutan. Namun di sisi lain, mereka juga merasa penasaran dan ingin tahu tentang kebenaran apa yang disembunyikan oleh masing-masing dari mereka. Dilema ini diolah dengan sangat baik di Unfriended.

Dari segi teknis, saya mendapatkan pengalaman 'baru' yang cukup menyenangkan ketika menyaksikan Unfriended. Film ini, dari awal hingga akhir, 'hanya' disajikan lewat layar laptop karakternya. Kalian hanya disuguhi window demi window dari berbagai aplikasi mulai dari Skype, browser, hingga laman Facebook. Pendekatan visual seperti ini memunculkan kedekatan yang begitu intens dengan karakter di film. Seolah-olah kalian menjadi peserta video chat lain yang ikut bergabung bersama karakter di film ini. Hiperrealitas seperti ini bisa jadi akan sangat menegangkan bagi beberapa orang, termasuk saya. Saya juga tidak bisa menyebutkan film ini sebagai film dengan genre found footage karena film ini bekerja dengan cara yang berbeda. Mungkin film ini terinspirasi dari genre found footage. Tapi bukan found footage per se. Ya. Sesuatu yang 'baru'. Oya, jangan khawatir dengan piksel pecah khas koneksi lambat yang muncul di awal film (logo Universal Pictures). Tidak ada masalah dengan film yang sedang anda tonton. Itu semata-mata hanya trik untuk menampilkan gaya visual yang lebih realis.

Unfriended mungkin bukan horror modern terbaik. Namun film ini jelas bekerja dengan sangat efektif. Bagi beberapa orang (khususnya remaja), film ini mungkin, bisa jadi, memberikan efek yang lumayan hebat. Seberapa jauh kalian mengenal teman-teman kalian. Rahasia apa yang mungkin mereka sembunyikan dari kalian. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini mungkin akan menghantui beberapa orang sehabis menyaksikan Unfriended. Dan percayalah, pertanyaan-pertanyaan seperti ini jauh lebih mengerikan dibanding semua hantu gentayangan, baik yang online maupun yang tidak.

Silakan dapatkan filmnya di sini.

1 komentar:

  1. good movies

    coba nonton film "The Den".. sama kerennya

    BalasHapus